Pembangunan Papua sesungguhnya telah dimulai Pemerintah Indonesia sejak awal 1970-an tetapi kemajuannya sangat lambat hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya Faktor Alam, Daerah Papua yang terpisah-pisah oleh gunung dan jurang menyebabkan sulitnya membangun infrastruktur sebagai syarat utama memajukan perekonomian suatu daerah hal ini telah di manpaatkan oleh gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk mewujudkan tujuannya.
OPM lewat gerakan separatis bersenjatanya selalu menebar terror dan mengintimidasi bahkan sampai menimbulkan korban nyawa bagi masyarakat yang tidak sependapat dengan mereka, Perusahaan dan para pekerja infrastruktur jalan tak luput dari gangguan dan ancaman mereka, padahal jalan merupakan sarana penunjang bagi kemudahan transportasi darat dalam meningkatkan perekonomian suatu daerah. Begitu juga lewat gerakan separatis politiknya, mereka selalu memprovokasi dan memutar balik fakta yang ada.
Lambatnya pembangunan Papua terutama didaerah pedalaman yang disebabkan faktor alam dan gangguan dari gerakan separatis bersenjata telah dimanpaatkan oleh para elite Politik OPM untuk mempengaruhi masyarakat dengan menyebar isu bahwa Pemerintah Indonesia tidak serius dalam membangun dan memajukan Papua.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Pemerintah Pusat menetapkan otonomi khusus bagi Provinsi Papua, dengan harapan Pemerintah Daerah bisa lebih maksimal dalam menata pembangunan di segala bidang sesuai dengan aspirasi dan pemerataan pembangunan Papua segera terwujud dan manpaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Papua sehingga upaya OPM yang ingin memisahkan Papua dari NKRI berangsur surut.
Kebijaksanaan Pemerintah Pusat tidak disambut baik oleh sekelompok kecil masyarakat Papua yang tergabung dalam gerakan separatis OPM, Saat ini mereka tetap berusaha mempertahankan konflik dengan segala tipu daya dan upaya Provokatif bermain kata-kata untuk mempengaruhi masyarakat, memutar balik fakta sejarah seolah legalitas Papua sebagai bagian dari NKRI adalah Ilegal. Hal ini karena ego dari para elite politik OPM dimana mereka hanya berpikir bagaimana bisa menjadi pejabat negara, atau setidaknya mereka tetap mendapatkan keuntungan dengan membodohi masyarakat Papua.
Faktanya para elite politik OPM enak-enakan hidup dalam kemewahan tanpa memikirkan kemajuan dan pembangunan serta kesejahteraan seluruh masyarakat Papua, mereka hanya memperkaya diri dengan mengatasnamakan perjuangan demi masyarakat Papua. Bahkan tidak sedikit para pendukung OPM yang memiliki kekayaan di luar negeri, seperti Socrates Sofyan Yoman yang mempunyai rumah, mobil mewah dan speed boat di Wellington, Selandia Baru, Benny Wenda di London, Buhtar Tabuni dan Markus Haluk di pinggir pantai Port Vila, Vanuatu, serta Edison Waromi di Port Moresby, PNG.
Masyarakat yang cerdas tidak akan terprovokasi dengan segala upaya OPM yang berusaha memisahkan Papua dari NKRI, Timor Leste adalah contoh nyata dimana setelah lepas dari Indonesia bukannya semakin maju justeru keadaannya semakin memburuk di segala bidang, perekonomian, pendidikan dan kesehatan jauh lebih baik saat masih menjadi bagian dari Indonesia, belum lagi perang saudara yang terus berkecamuk sampai saat ini jauh dari rasa aman bagi seluruh masyarakat bahkan para pejabat negaranya sekalipun, belum lagi konflik dengan Australia atas penjajahan wilayah lautnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar