“Kebebasan Berekspresi” Sebuah kalimat sakti yang sering dipakai aktivis KNPB sebagai alasan pembenaran guna membangun opini sesat sebagai kelompok yang teraniaya.
Pembuarkan paksa oleh aparat keamanan saat KNPB menggelar HUT KNPB beberapa hari lalu sudah sepatutnya dilakukan dan bukan tindakan aparat keamanan yang semena-mena karena didalam kebebasan berekspresi sendiri tidak boleh dilakukan dengan sebebas-bebasnya, harus sesuai koridor aturan per undang-undangan yang berlaku dan tidak melanggar konsepsi Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia.
Segala bentuk penyampaian pendapat di muka umum harus dilakukansesuai dengan prosedur yang berlaku antara lain, Menyampaikan perijinan secara tertulis kepada Polri yang dilakukan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok, Pemberitahuan diberikan selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai, Pemberitahuan memuat: maksud dan tujuan, tempat, lokasi, dan rute, waktu dan lama, bentuk, penanggung jawab, nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan, alat peraga yang dipergunakan; dan atau jumlah peserta, Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan 5 (lima) orang penanggung jawab. Berdasarkan Pasal 15 UU No. 9 Tahun 1998, sanksi terhadap pelanggaran tata cara tersebut adalah pembubaran.
KNPB bukan media rakyat yang mediasi seluruh rakyat Papua tetapi lebih tepatnya KNPB adalah media untuk memprovokasi masyarakat dengan melakukan makar untuk memisahkan Papua dari NKRI tanpa ada konsep dan upaya untuk memajukan dan kesejahteraan bagi masyarakat Papua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar