Komite Nasional Papua Barat (KNPB) tak henti-hentinya
menghembuskan isu propaganda politik. Mereka mempengaruhi masyarakat Papua
melalui selebaran.
“Dalam
selebaran tersebut ditulis bahwa tanggal 2 September 2016 telah berlangsung
pertemuan negara-negara Pasifik di East West Center, Honolulu Hawai. Pertemuan
negara-negara Melanesia, Polinesia dan Mikronesia bersatu untuk mendukung
masalah West Papua hingga ke PBB, bersama-bersama-sama dengan Pacific Island
Forum (PIF). Pertemuan itu sepakat membawa masalah West Papua ke Sidang Umum
PBB di New York dalam bulan ini, yang rencananya akan dilaksanakan pada 15
September s.d 5 Oktober 2016, dimana kita bersama Solomon Islands dan Vanuatu
yang akan memfasilitasi side event di PBB, juga untuk pertama kalinya
perwakilan ULMWP yang akan yang akan berpidato di Sidang Umum PBB”.
Sebenarnya di internal elite Politik West Papua
Merdeka mengakui beratnya bertarung mempengaruhi PIF terkait isu politik West
Papua, karena adanya hubungan ekonomi politik negara-negara besar seperti
Australia dan Selandia Baru dengan Indonesia yang imbasnya akan berpengaruh
terhadap perekonomian Australia dan Selandia Baru bila berani melakukan blunder
politik mendukung Papua merdeka tetapi kenyataan ini telah di tutup-tutupi oleh
para elite KNPB dan dijadikan sebagai aset untuk meraup keuntungan memperbuncit
rekening Pribadi.
Begitu juga dengan Negara Kepulauan Solomon, adalah
salah satu negara yang di isukan KNPB sebagai negara pendukung perwakilan ULMWP
yang akan berpidato di Sidang Umum PBB merupakan hoax dan lelucon politik
semata, adanya penyampaian Menlu Negara Kepulauan Solomon George
Milner Tozaka saat melakukan pertemuan dengan Menlu Retno Marsudi di New York,
Amerika Serikat pada 22 September 2016
di sela-sela Sidang Umum PBB yang menegaskan terus menghormati integritas
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini adalah fakta nyata
sekaligus menepis klaim para pendukung gerakan sparatis atas isu yang
berkembang mendapat dukungan penuh dari Kepulauan Solomon.
Bila dilihat dari sejarah negara Kepulauan
Solomon setelah kemerdekaannya pada tahun 1976 telah terjadi beberapa konflik,
diawali pada dekade 1998-2003 terjadi perang sipil. Pertempuran antar Milisi,
Kudeta, kriminalitas merajalela yang tidak terkontrol dan kekacauan dimana-mana
yang diawali dari Pulau Guadalkanal dan melebar sampai ke pulau-pulau di
sekitarnya, para pengusaha keluar meninggalkan Kepulauan Solomon membuat negara
ini di ambang kehancuran sampai akhirnya pemerintah Kepulauan Solomon membuat
permohonan resmi agar negara luar mengirim pasukan keamanannya untuk meredam
gejolak dan membantu menormalkan kembali kondisi internal negara Kepulauan
Solomon.
Sebelum terjadinya perang sipil, negara
Kepulauan Solomon merupakan salah satu Negara termiskin di Dunia ditambah
setelah terjadinya perang sipil membuat negara ini semakin parah, kondisi
ekonomi dan kondisi sosial politik pemerintah yang rapuh sementara kondisi keamanan
diambil alih pasukan keamanan gabungan dari 20 negara-negara Oseania di pimpin Australia
yang diberi nama Regional Assistance Mission to Solomon Islands (RAMSI).
Tingginya angka buta huruf dan fanatisme
etnis yang berlebihan di masyarakat Kepulauan Solomon membuat masyarakat mudah
terprovokasi hal ini ditengarai sebagai penyebab utama terjadinya perang sipil
yang meluluh lantakkan negara tersebut, selanjutnya pada tahun 2006 setelah
beredar isu bahwa ada pembisnis China yang menyuap anggota Parlemen Kepulauan
Solomon pada Pemilu tahun yang sama terjadi kembali kerusuhan besar di Ibukota
Negara Honiara dan pemukiman etnis China kota tersebut dibakar massa sampai-sampai
Negara China mengirimkan pesawat untuk mengungsikan ratusan ethnis China yang
ada di Kepulauan Solomon.
Menurut Bank Dunia pada tahun 2009, Kepulauan Solomon,
suatu negara Pasifik termiskin, yang dipengaruhi oleh krisis pangan, krisis bahan
bakar, krisis keuangan dan penurunan ekspor log serta penurunan besar dalam
harga komoditas internasional. Sampai
saat ini keamanan Kepulauan Solomon masih dikhawatirkan sementara krisis
kepercayaan masyarakat terhadap para pejabat negara masih tinggi hal ini
ditengarai adanya ketidak terbukaan pendapatan kekayaan elite politik bahkan
terindikasi adanya tuntutan kemerdekaan dari Propinsi Malaita menjadi sebuah negara
Republik.
Hal ini juga menepis Isu yang dikembangkan KNPB dalam
membodohi masyarakat Papua lewat Media tahun lalu bahwa, “Kepulauan Solomon negara
Kepulauan yang tenang”. Tetapi ungkapan ini ada benarnya juga khususnya buat
Buchtar Tabuni dan orang-orangnya yang tinggal di Kepulauan Solomon dimana menikmati
hidup glamour dengan dana bantuan daqri para penyandang dana KNPB, senyum
di media disebarkan secara luas sementara perilaku penipuan terus dilakukan
terhadap masyarakat Papua, pernyataan-pernyataan di gemakan, Baju necis dan bau
harum menjadi ciri para politikus ala pejuang untuk menutupi kekotoran tindakan
mereka, Pidato sambutan atau orasi dibuat seindah mungkin didukung dengan
idealisme bebal yang dipalsukan untuk menutupi perilaku politik yang
menyakitkan, kemampuan mempermainkan kata dan menjungkirbalikkan kebenaran
menjadi senjata untuk menyembunyikan borok politik KNPB.