Cursor

Jumat, 23 September 2016

KONDISI KEPULAUAN SOLOMON SERTA PERAN PACIFIC ISLAND FORUM DIBALIK ISU DUKUNGAN TERHADAP POLITIK WEST PAPUA MERDEKA

Komite Nasional Papua Barat (KNPB) tak henti-hentinya menghembuskan isu propaganda politik. Mereka mempengaruhi masyarakat Papua melalui selebaran.
“Dalam selebaran tersebut ditulis bahwa tanggal 2 September 2016 telah berlangsung pertemuan negara-negara Pasifik di East West Center, Honolulu Hawai. Pertemuan negara-negara Melanesia, Polinesia dan Mikronesia bersatu untuk mendukung masalah West Papua hingga ke PBB, bersama-bersama-sama dengan Pacific Island Forum (PIF). Pertemuan itu sepakat membawa masalah West Papua ke Sidang Umum PBB di New York dalam bulan ini, yang rencananya akan dilaksanakan pada 15 September s.d 5 Oktober 2016, dimana kita bersama Solomon Islands dan Vanuatu yang akan memfasilitasi side event di PBB, juga untuk pertama kalinya perwakilan ULMWP yang akan yang akan berpidato di Sidang Umum PBB”.

Sebenarnya di internal elite Politik West Papua Merdeka mengakui beratnya bertarung mempengaruhi PIF terkait isu politik West Papua, karena adanya hubungan ekonomi politik negara-negara besar seperti Australia dan Selandia Baru dengan Indonesia yang imbasnya akan berpengaruh terhadap perekonomian Australia dan Selandia Baru bila berani melakukan blunder politik mendukung Papua merdeka tetapi kenyataan ini telah di tutup-tutupi oleh para elite KNPB dan dijadikan sebagai aset untuk meraup keuntungan memperbuncit rekening Pribadi.

Begitu juga dengan Negara Kepulauan Solomon, adalah salah satu negara yang di isukan KNPB sebagai negara pendukung perwakilan ULMWP yang akan berpidato di Sidang Umum PBB merupakan hoax dan lelucon politik semata, adanya penyampaian Menlu Negara Kepulauan Solomon George Milner Tozaka saat melakukan pertemuan dengan Menlu Retno Marsudi di New York, Amerika Serikat  pada 22 September 2016 di sela-sela Sidang Umum PBB yang menegaskan terus menghormati integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini adalah fakta nyata sekaligus menepis klaim para pendukung gerakan sparatis atas isu yang berkembang mendapat dukungan penuh dari Kepulauan Solomon.

Bila dilihat dari sejarah negara Kepulauan Solomon setelah kemerdekaannya pada tahun 1976 telah terjadi beberapa konflik, diawali pada dekade 1998-2003 terjadi perang sipil. Pertempuran antar Milisi, Kudeta, kriminalitas merajalela yang tidak terkontrol dan kekacauan dimana-mana yang diawali dari Pulau Guadalkanal dan melebar sampai ke pulau-pulau di sekitarnya, para pengusaha keluar meninggalkan Kepulauan Solomon membuat negara ini di ambang kehancuran sampai akhirnya pemerintah Kepulauan Solomon membuat permohonan resmi agar negara luar mengirim pasukan keamanannya untuk meredam gejolak dan membantu menormalkan kembali kondisi internal negara Kepulauan Solomon.

Sebelum terjadinya perang sipil, negara Kepulauan Solomon merupakan salah satu Negara termiskin di Dunia ditambah setelah terjadinya perang sipil membuat negara ini semakin parah, kondisi ekonomi dan kondisi sosial politik pemerintah yang rapuh sementara kondisi keamanan diambil alih pasukan keamanan gabungan dari 20 negara-negara Oseania di pimpin Australia yang diberi nama Regional Assistance Mission to Solomon Islands (RAMSI).

Tingginya angka buta huruf dan fanatisme etnis yang berlebihan di masyarakat Kepulauan Solomon membuat masyarakat mudah terprovokasi hal ini ditengarai sebagai penyebab utama terjadinya perang sipil yang meluluh lantakkan negara tersebut, selanjutnya pada tahun 2006 setelah beredar isu bahwa ada pembisnis China yang menyuap anggota Parlemen Kepulauan Solomon pada Pemilu tahun yang sama terjadi kembali kerusuhan besar di Ibukota Negara Honiara dan pemukiman etnis China kota tersebut dibakar massa sampai-sampai Negara China mengirimkan pesawat untuk mengungsikan ratusan ethnis China yang ada di Kepulauan Solomon.

Menurut Bank Dunia pada tahun 2009, Kepulauan Solomon, suatu negara Pasifik termiskin, yang dipengaruhi oleh krisis pangan, krisis bahan bakar, krisis keuangan dan penurunan ekspor log serta penurunan besar dalam harga komoditas internasional.        Sampai saat ini keamanan Kepulauan Solomon masih dikhawatirkan sementara krisis kepercayaan masyarakat terhadap para pejabat negara masih tinggi hal ini ditengarai adanya ketidak terbukaan pendapatan kekayaan elite politik bahkan terindikasi adanya tuntutan kemerdekaan dari Propinsi Malaita menjadi sebuah negara Republik.

Hal ini juga menepis Isu yang dikembangkan KNPB dalam membodohi masyarakat Papua lewat Media tahun lalu bahwa, “Kepulauan Solomon negara Kepulauan yang tenang”. Tetapi ungkapan ini ada benarnya juga khususnya buat Buchtar Tabuni dan orang-orangnya yang tinggal di Kepulauan Solomon dimana menikmati hidup glamour dengan dana bantuan daqri para penyandang dana KNPB, senyum di media disebarkan secara luas sementara perilaku penipuan terus dilakukan terhadap masyarakat Papua, pernyataan-pernyataan di gemakan, Baju necis dan bau harum menjadi ciri para politikus ala pejuang untuk menutupi kekotoran tindakan mereka, Pidato sambutan atau orasi dibuat seindah mungkin didukung dengan idealisme bebal yang dipalsukan untuk menutupi perilaku politik yang menyakitkan, kemampuan mempermainkan kata dan menjungkirbalikkan kebenaran menjadi senjata untuk menyembunyikan borok politik KNPB.

Jumat, 09 September 2016

PAPUA DALAM KEANEKARAGAMAN SEBAGAI BAGIAN DARI NKRI


KNPB tidak menerima kenyataan bahwa Papua sebagai bagian dari NKRI dan selalu mempengaruhi dan memprovokasi masyarakat dengan mengatakan, “Papua adalah Bangsa Melanesia yang masih terjajah,  lantas bagaimana dengan NTT dan Maluku yang sama-sama 1 Ras Melanesia ?

Indonesia merupakan negara kesatuan yang masyarakatnya majemuk terdiri dari beberapa suku bangsa (Ras Melanesia, Ras Negroid, Ras Weddoid dan Ras Melayu) menyebar dari Sabang (ujung Sumatera) sampai Merauke (Ujung Papua), mempunyai karakteristik tersendiri sebagai negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman  bentuk fisik, bahasa daerah, budaya, pakaian adat, rumah adat dan masih banyak lagi yang lainnya.

Adanya dukungan negara Solomon Island dan Vanuatu terhadap KNPB dan ULMWP yang berusaha memisahkan Papua dari NKRI hanyalah sebuah Ambisi Benny Wenda yang ingin menjadi seorang Pemimpin dengan mengorbankan masyarakat Papua. Dukungan tersebut merupakan kontrak politik dan akan merujuk pada kesamaan ras melanesia yang lebih mementingkan kepemilikan bersama dengan memakai sistem ideologi sosialisme dan Papua akan dijadikan alat dari negara Solomon dan Vanuatu untuk mendukung roda perekonomian kedua negara tersebut yang notabenenya sebagai negara terkorup di Asia-Pasifik apabila Papua sampai berdiri sendiri sebagai suatu negara.

Sebagai warga negara yang baik dan cinta akan Papua seharusnya para aktifis KNPB dan ULMWP tidak memunculkan perbedaan keragaman suku bangsa yang akan memicu  perpecahan di masyarakat Papua yang saat ini hidup tenteram, rukun, aman, dan damai di tengah-tengah perbedaan, tidak berpikir ambisius demi sebuah jabatan ataupun kepentingan ego pribadi dan kelompoknya.

Papua bukan bangsa yang terjajah melainkan daerah merdeka bagian dari NKRI yang saat ini sedang giat membangun, hidup rukun dalam keanekaragaman dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Papua bukan milik segolongan Ras, agama ataupun kelompok melainkan milik bersama seluruh komponen bangsa Indonesia khususnya masyarakat Papua.

Jumat, 02 September 2016

TERROR GERAKAN SEPARATIS TPN-OPM SEBAGAI PENGHAMBAT PEMBANGUNAN DI PAPUA

Sejak tahun 1970an, aktivitas gerakan sparatis TPN-OPM selalu mengganggu keamanan di wilayah Papua, tak sedikit orang yang dibunuhnya, baik aparat keamanan maupun warga sipil. Selain bergerak dihutan-hutan dan gunung-gunung, gerakan separatis TPN-OPM juga membaur dengan masyarakat agar bisa memprovokasi dan berusaha mengadu domba.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Pemerintah Pusat menetapkan otonomi khusus bagi Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri sesuai dengan hak dan aspirasi masyarakat agar dapat menata dibidang terentu kearah yang lebih baik sesuai dengan aspirasi dalam mengisi pembangunan agar lebih maksimal dan manpaatnya dapat dirasakan seluruh masyarakat Papua.

Seiring berjalannya waktu, Pemerintah daerah terus melaksanakan pembangunan di segala bidang termasuk salah satunya adalah pembuatan jalan untuk mempermudah akses tansportasi darat, tetapi gerakan separatis TPN-OPM tak henti-hentinya melakukan aksi terror, berusaha melakukan penghadangan ataupun penembakan terhadap mobil lajuran pembawa logistik milik masyarakat, intimidasi kepada para pekerja, meminta pungutan liar dan mengancam bahkan tidak segan-segan untuk membunuh, nyawa manusia bagai binatang yang  tak berharga.

Dalam Tahun 2016 gerakan sparatis TPN-OPM sudah beberapa kali menebar teror dan melakukan pembunuhan terhadap masyarakat yang tidak tahu apa-apa. Pada bulan Maret 2016 pekerja PT Modern Widya Technical (MWT) yang sedang membuka Jalan Trans-Papua di daerah Sinak-Mulia, tepatnya di Desa Agenggen, Distrik Sinak, 4 orang ditembak dan alat berat dibakar dan pihak PT MWT di ancam agar tidak melanjutkan pembangunan jalan. Setelah sempat tidak ada kabar, pada bulan Agustus 2016 gerakan separatis TPN-OPM kembali menebar terror dan pembunuhan, kali ini korbannya seorang pekerja di PT As Jaya di Desa Kome, Distrik Malagineri berbatasan dengan Distrik Kuyawage menjadi korban penembakan.

Masyarakat Papua yang berpendidikan paham dengan berbagai kekejaman yang dilakukan oleh gerakan sparatis TPN-OPM dan semakin antipati serta tidak mudah terjebak oleh sikap dan tindakan yang mengatasnamakan demi masyarakat Papua.  Aksi Terror, kekerasan dan penyerangan bersenjata gerakan sparatis TPN-OPM tidak berpihak terhadap masyarakat Papua justeru akan menimbulkan EFEK PSYKOLOGIS menciptakan ketakutan masyarakat, ketidakstabilan sehingga pembangunan menjadi terhambat bahkan akan terjadi kegagalan dalam pembangun yang sedang dilaksanakan di Papua.