Cursor

Selasa, 12 Juli 2016

DEMI KEBEBASAN BEREKSPRESI

“Demi Kebebasan Berekspresi” Sebuah kalimat sakti yang sering dipakai sebagai alasan pembenaran oleh para pengkhianat bangsa guna  membangun opini sesat yang menjadi misinya. Seharusnya kebebasan dalam berekspresi itu tidak boleh dilakukan dengan sebebas-bebasnya tetapi harus sesuai koridor aturan per undang-undangan yang berlaku dan tidak melanggar konsepsi Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia. 

Apa yang dilakukan oleh para pentolan pendukung KNPB yang telah berhasil menyusup ke semua lini birokrasi maupun DPRD sering memanipulasi dan berlindung dibelakang kalimat tersebut. Mengatas namakan warga Papua mereka melakukan provokasi guna semakin memperkeruh suasana demi kepentingan pribadi mereka, sekali lagi demi kepentingan pribadi mereka dan bukan kesejahteraan warga Papua yang kini sedang menjadi prioritas utama.

Hal ini terlihat pada saat segelintir warga Papua melakukan demo makar ternyata justru didukung dan dimanfaatkan oleh oknum anggota DPRD Papua untuk melakukan orasi berisikan upaya menebarkan kebencian terhadap istitusi negara yang lain, bahkan lebih ironis lagi ketika kendaraan dinas Pemerintahan oleh mereka diperbantukan atau diijinkan untuk dipakai sebagai alat angkut sebuah  kegiatan yang dikategorikan sebagai upaya menuntut pemisahan Papua dari Republik Indonesia.

Mereka berteriak lantang menyalahkan pihak Kepolisian dan menuntut agar setiap kegiatan yang mereka lakukan harus dibiarkan bahkan dilindungi sekalipun itu adalah ajakan untuk makar.

Bagaimana mungkin sebuah tindakan yang dilarang oleh undang-undang dan berpotensi menimbulkan konflik horisontal bagi sesama anak bangsa di Papua dibiarkan begitu saja lantas siapakah yang akan bertanggung-jawab atas kekacauan yang akan timbul akibat kegiatan tersebut, maukah para anggota dewan yang terhormat tersebut bersedia untuk itu.

Keberadaan aparat birokrasi dan anggota dewan adalah untuk memberikan kontribusi kongkrit bagi pembangunan serta kesejahteraan warga Papua, bukankah saat ini adalah era otonomi dimana para pemimpin di daerah harus lebih memperhatikan dan mengangkat derajat kesejahteraan rakyatnya dan bukan justru melakukan pembodohan publik apalagi memanfaatkan warganya untuk kegiatan yang bersifat negatif dan merugikan mereka sendiri.
Jabatan dan materi memang menggiurkan tetapi disitulah seseorang diuji jiwa kepemimpinannya serta kenegarawanannya dalam menjalankan roda pemerintahan di daerah dan bukannya memanfaatkan warganya untuk hal-hal yang melanggar konstitusi lebih parah lagi mengorbankan mereka untuk kepentingan pribadinya. 

Ingatlah wahai para oknum anggota dewan, belajarlah sejarah bahwa Papua adalah bagian Integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan itu adalah harga mati. Bukalah mata kalian bahwa warga Papua sudah sangat cerdas sehingga tidak mudah untuk kalian manfaatkan dengan semau-maunya. Semoga kalian kembali pada tugas pokok, yaitu menomor satukan pembangunan Papua dan mensejahterakan warganya.