Cursor

Selasa, 14 Juni 2016

PAPUA DALAM FAKTA SEJARAH




Dengan dalih “kebebasan berekspresi” yang sudah kebablasan, sebuah ironi ketika opini dikembangkan agar pemberontak disanjung sebagai pahlawan, ketika propaganda menjadikan pembantai berubah status menjadi teraniaya.


Sejarah perlu dipahami secara utuh dan berkesinambungan. Pemahaman sejarah yang hanya dengan membaca potongan-potongan fragmen, sementara sebagian fragmen telah dipenggal dan ditutup-tutupi, akan melahirkan pemahaman menyimpang. Tidak hanya itu, bahkan bisa memutarbalikkan fakta dalam peristiwa. Hal itu terjadi di tengah bangsa ini dalam memahami sejarah Papua.



Dalam pandangan sejarah, Pada masa itu penjajah Belanda (Hindia Belanda) belum mau melepaskan Papua (Irian Barat), padahal wilayah jajahannya itu dari Sabang sampai Merauke tapi yang diserahkan hanya sampai Maluku. Sehingga sesuai Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1 Mei 1969 dan telah disepakati pada 2 Agustus 1969 dan hasilnya dibahas di Dewan Keamanan PBB selama tiga bulan, kemudian pada 19 November 1969 akhirnya Sekjen PBB mengetuk palu dan memutuskan Papua (Irian Barat) bagian (milik) dari NKRI, tetapi oleh sebagian kelompok kecil masyarakat Papua yang bukan pelaku sejarah dan hanya mendengar cerita yang tidak benar dan telah dibelokkan tidak mengakuinya.


Isu-isu propaganda dengan dalih memperjuangkan masyarakat Papua adalah alibi  menyesatkan yang dilakukan oleh pentolan-pentolan ULWP dan KNPB seperti Beny Wenda, Victor Yeimo, Octo mote dan lain-lain memanfaatkan dan memelintir sejarah demi keuntungan pribadi. Mereka hidup glamour dan penuh kemewahan dengan menggunakan isu Papua Merdeka, ironisnya mereka tidak punya konsep bahkan memikirkan dalam arti sesungguhnya tentang pembangunan disegala bidang demi kesejahteraan maupun kemakmuran masyarakat Papua.


Pemahaman sejarah yang menyimpang ini harus diluruskan sebelum menyebar luas karena Legalitas bahwa Papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,  sudah ada sejak 4 Agustus 1928, di mana saat itu Gubernur Jenderal Belanda mengakui Irian Barat (Papua) termasuk wilayah Indonesia. "Sehingga ketika sumpah pemuda dikumandangkan, Irian Barat atau Papua sudah termasuk bagian dari NKRI.