Dengan
dalih “kebebasan berekspresi” yang sudah kebablasan, sebuah ironi ketika opini
dikembangkan agar pemberontak disanjung sebagai pahlawan, ketika propaganda
menjadikan pembantai berubah status menjadi teraniaya.
Sejarah
perlu dipahami secara utuh dan berkesinambungan. Pemahaman sejarah yang hanya
dengan membaca potongan-potongan fragmen, sementara sebagian fragmen telah
dipenggal dan ditutup-tutupi, akan melahirkan pemahaman menyimpang. Tidak hanya
itu, bahkan bisa memutarbalikkan fakta dalam peristiwa. Hal itu terjadi di
tengah bangsa ini dalam memahami sejarah Papua.
Dalam
pandangan sejarah, Pada masa itu penjajah Belanda (Hindia Belanda) belum mau
melepaskan Papua (Irian Barat), padahal wilayah jajahannya itu dari Sabang
sampai Merauke tapi yang diserahkan hanya sampai Maluku. Sehingga sesuai
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1 Mei 1969 dan telah disepakati pada 2
Agustus 1969 dan hasilnya dibahas di Dewan Keamanan PBB selama tiga bulan,
kemudian pada 19 November 1969 akhirnya Sekjen PBB mengetuk palu dan memutuskan
Papua (Irian Barat) bagian (milik) dari NKRI, tetapi oleh sebagian kelompok
kecil masyarakat Papua yang bukan pelaku sejarah dan hanya mendengar cerita
yang tidak benar dan telah dibelokkan tidak mengakuinya.
Isu-isu
propaganda dengan dalih memperjuangkan masyarakat Papua adalah alibi menyesatkan yang dilakukan oleh
pentolan-pentolan ULWP dan KNPB seperti Beny Wenda, Victor Yeimo, Octo mote dan
lain-lain memanfaatkan dan memelintir sejarah demi keuntungan pribadi. Mereka
hidup glamour dan penuh kemewahan dengan menggunakan isu Papua Merdeka,
ironisnya mereka tidak punya konsep bahkan memikirkan dalam arti sesungguhnya
tentang pembangunan disegala bidang demi kesejahteraan maupun kemakmuran
masyarakat Papua.
Pemahaman
sejarah yang menyimpang ini harus diluruskan sebelum menyebar luas karena
Legalitas bahwa Papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia, sudah ada sejak 4 Agustus
1928, di mana saat itu Gubernur Jenderal Belanda mengakui Irian Barat (Papua)
termasuk wilayah Indonesia. "Sehingga ketika sumpah pemuda dikumandangkan,
Irian Barat atau Papua sudah termasuk bagian dari NKRI.